Saya memang bukan orang kaya, Bisa jadi saya memang orang miskin Tapi biarlah saya miskin harta asal kami kaya hati Biarlah saya tidak kaya harta asal jangan miskin hati Dengan hati ini saya mengabdi, mengemban amanah mendedikasikan diri pada jalan dakwah, Dengan hati ini saya memohon pada ILLAHI, Semoga diberkahi dan di ridloi Di situs inilah saya gambaran cita-cita kami, silahahkan teliti, kami akan sangat senang dikoreksi.
28 Juli 2009
.1 Asal Tiap-Tiap Sesuatu Adalah Mubah
DASAR pertama yang ditetapkan Islam, ialah: bahwa asal sesuatu yang
dicipta Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali
karena ada nas yang sah dan tegas dari syari' (yang berwenang membuat
hukum itu sendiri, yaitu Allah dan Rasul) yang mengharamkannya. Kalau
tidak ada nas yang sah --misalnya karena ada sebagian Hadis lemah-- atau
tidak ada nas yang tegas (sharih) yang menunjukkan haram, maka hal
tersebut tetap sebagaimana asalnya, yaitu mubah.
Ulama-ulama Islam mendasarkan ketetapannya, bahwa segala sesuatu
asalnya mubah, seperti tersebut di atas, dengan dalil ayat-ayat al-Quran
yang antara lain:
"Dialah Zat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada di
bumi ini semuanya." (al-Baqarah: 29)
"(Allah) telah memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada di
langit dan apa-apa yang ada di bumi semuanya daripadaNya."
(al-Jatsiyah: 13)
"Belum tahukah kamu, bahwa sesungguhnya Allah telah
memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada di langit dan apaapa
yang ada di bumi; dan Ia telah sempurnakan buat kamu
nikmat-nikmatNya yang nampak maupun yang tidak nampak."
(Luqman: 20)
Allah tidak akan membuat segala-galanya ini yang diserahkan kepada
manusia dan dikurniakannya, kemudian Dia sendiri mengharamkannya.
Kalau tidak begitu, buat apa Ia jadikan, Dia serahkan kepada manusia dan
Dia kurniakannya?
Beberapa hal yang Allah haramkan itu, justeru karena ada sebab dan hikmat,
yang --insya Allah-- akan kita sebutkan nanti.
Dengan demikian arena haram dalam syariat Islam itu sebenarnya sangat
sempit sekali; dan arena halal malah justeru sangat luas. Hal ini adalah
justeru nas-nas yang sahih dan tegas dalam hal-haram, jumlahnya sangat
minim sekali. Sedang sesuatu yang tidak ada keterangan halal-haramnya,
adalah kembali kepada hukum asal yaitu halal dan termasuk dalam kategori
yang dima'fukan Allah.
Untuk soal ini ada satu Hadis yang menyatakan sebagai berikut:
"Apa saja yang Allah halalkan dalam kitabNya, maka dia adalah
halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka dia itu adalah
haram; sedang apa yang Ia diamkannya, maka dia itu
dibolehkan (ma'fu). Oleh karena itu terimalah dari Allah
kemaafannya itu, sebab sesungguhnya Allah tidak bakal lupa
sedikitpun." Kemudian Rasulullah membaca ayat: dan Tuhanmu
tidak lupa.2 (Riwayat Hakim dan Bazzar)
"Rasulullah s.aw. pernah ditanya tentang hukumnya samin, keju
dan keledai hutan, maka jawab beliau: Apa yang disebut halal
ialah: sesuatu yang Allah halalkan dalam kitabNya; dan yang
disebut haram ialah: sesuatu yang Allah haramkan dalam
kitabNya; sedang apa yang Ia diamkan, maka dia itu salah satu
yang Allah maafkan buat kamu." (Riwayat Tarmizi dan lbnu
Majah)
Rasulullah tidak ingin memberikan jawaban kepada si penanya dengan
menerangkan satu persatunya, tetapi beliau mengembalikan kepada suatu
kaidah yang kiranya dengan kaidah itu mereka dapat diharamkan Allah,
sedang lainnya halal dan baik.
Dan sabda beliau juga,
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban,
maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan
beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah
mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia;
dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda
kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu
perbincangkan dia." (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-
Nawawi)
Di sini ingin pula saya jelaskan, bahwa kaidah asal segala sesuatu adalah
halal ini tidak hanya terbatas dalam masalah benda, tetapi meliputi masalah
perbuatan dan pekerjaan yang tidak termasuk daripada urusan ibadah, yaitu
yang biasa kita istilahkan dengan Adat atau Mu'amalat. Pokok dalam
masalah ini tidak haram dan tidak terikat, kecuali sesuatu yang memang
oleh syari' sendiri telah diharamkan dan dikonkritkannya sesuai dengan
firman Allah:
"Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah
haramkan atas kamu." (al-An'am: 119)
Ayat ini umum, meliputi soal-coal makanan, perbuatan dan lain-lain.
Berbeda sekali dengan urusan ibadah. Dia itu semata-mata urusan agama
yang tidak ditetapkan, melainkan dari jalan wahyu. Untuk itulah, maka
terdapat dalam suatu Hadis Nabi yang mengatakan:
"Barangsiapa membuat cara baru dalam urusan kami, dengan
sesuatu yang tidak ada contohnya, maka dia itu tertolak."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Ini, adalah karena hakikat AGAMA --atau katakanlah IBADAH-- itu tercermin
dalam dua hal, yaitu:
1. Hanya Allah lah yang disembah.
2. Untuk menyembah Allah, hanya dapat dilakukan menurut apa yang
disyariatkannya.
Oleh karena itu, barangsiapa mengada-ada suatu cara ibadah yang timbul
dari dirinya sendiri --apapun macamnya-- adalah suatu kesesatan yang
harus ditolak. Sebab hanya syari'lah yang berhak menentukan cara ibadah
yang dapat dipakai untuk bertaqarrub kepadaNya.
Adapun masalah Adat atau Mu'amalat, sumbernya bukan dari syari', tetapi
manusia itu sendiri yang menimbulkan dan mengadakan. Syari' dalam hal ini
tugasnya adalah untuk membetulkan, meluruskan, mendidik dan mengakui,
kecuali dalam beberapa hal yang memang akan membawa kerusakan dan
mudharat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Sesungguhnya sikap manusia, baik
yang berbentuk omongan ataupun perbuatan ada dua macam: ibadah untuk
kemaslahatan agamanya, dan kedua adat (kebiasaan) yang sangat mereka
butuhkan demi kemaslahatan dunia mereka Maka dengan terperincinya
pokok-pokok syariat, kita dapat mengakui, bahwa seluruh ibadah yang telah
dibenarkannya, hanya dapat ditetapkan dengan ketentuan syara' itu sendiri."
Adapun masalah Adat yaitu yang biasa dipakai ummat manusia demi
kemaslahatan dunia mereka sesuai dengan apa yang mereka butuhkan,
semula tidak terlarang. Semuanya boleh, kecuali hal-hal yang oleh Allah
dilarangnya Demikian itu adalah karena perintah dan larangan, keduaduanya
disyariatkan Allah. Sedang ibadah adalah termasuk yang mesti
diperintah. Oleh karena itu sesuatu, yang tidak diperintah, bagaimana
mungkin dihukumi terlarang.
Imam Ahmad dan beberapa ahli fiqih lainnya berpendapat: pokok dalam
urusan ibadah adalah tauqif (bersumber pada ketetapan Allah dan Rasul).
Oleh karena itu ibadah tersebut tidak boleh dikerjakan, kecuali kalau
ternyata telah disyariatkan oleh Allah. Kalau tidak demikian, berarti kita akan
termasuk dalam apa yang disebutkan Allah:
"Apakah mereka itu mempunyai sekutu yang mengadakan
agama untuk mereka, sesuatu yang tidak diizinkan oleh Allah?"
(as-Syura: 21)
Sedang dalam persoalan Adat prinsipnya boleh. Tidak satupun yang
terlarang, kecuali yang memang telah diharamkan. Kalau tidak demikian,
maka kita akan termasuk dalam apa yang dikatakan Allah:
"Katakanlah! Apakah kamu sudah mengetahui sesuatu yang
diturunkan Allah untuk kamu daripada rezeki, kemudian kamu
jadikan daripadanya itu haram dan halal? Katakanlah! Apakah
Allah telah memberi izin kepadamu, ataukah kamu memang
berdusta atas (nama) Allah?" (Yunus: 59)
Ini adalah suatu kaidah yang besar sekali manfaatnya. Dengan dasar itu pula
kami berpendapat: bahwa jual-bell, hibah, sewa-menyewa dan lain-lain adat
yang selalu dibutuhkan manusia untuk mengatur kehidupan mereka seperti
makan, minum dan pakaian. Agama membawakan beberapa etika yang
sangat baik sekali, yaitu mana yang sekiranya membawa bahaya,
diharamkan; sedang yang mesti, diwajibkannya. Yang tidak layak,
dimakruhkan; sedang yang jelas membawa maslahah, disunnatkan.
Dengan dasar itulah maka manusia dapat melakukan jual-beli dan sewamenyewa
sesuka hatinya, selama dia itu tidak diharamkan oleh syara'.
Begitu juga mereka bisa makan dan minum sesukanya, selama dia itu tidak
diharamkan oleh syara', sekalipun sebagiannya ada yang oleh syara'
kadangkadang disunnatkan dan ada kalanya dimakruhkan. Sesuatu yang
oleh syara' tidak diberinya pembatasan, mereka dapat menetapkan menurut
kemutlakan hukum asal.3
Prinsip di atas, sesuai dengan apa yang disebut dalam Hadis Nabi yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Jabir bin Abdillah, ia berkata:
"Kami pemah melakukan 'azl'4, sedang waktu itu al-Quran
masih turun; kalau hal tersebut dilarang, niscaya al-Quran akan
melarangnya."
Ini menunjukkan, bahwa apa saja yang didiamkan oleh wahyu, bukanlah
terlarang. Mereka bebas untuk mengerjakannya, sehingga ada nas yang
melarang dan mencegahnya.
Demikianlah salah satu daripada kesempurnaan kecerdasan para sahabat.
Dan dengan ini pula, ditetapkan suatu kaidah: "Soal ibadah tidak boleh
dikerjakan kecuali dengan syariat yang ditetapkan Allah; dan suatu hukum
adat tidak boleh diharamkan, kecuali dengan ketentuan yang diharamkan
oleh Allah."
AHLAN WA SAH LAN IN My WEB
Saya memang bukan orang kaya,
Bisa jadi saya memang orang miskin
Tapi biarlah saya miskin harta asal kami kaya hati
Biarlah saya tidak kaya harta asal jangan miskin hati
Dengan hati ini saya mengabdi, mengemban amanah
Dengan hati ini saya mendedikasikan diri pada jalan dakwah
Dengan hati ini saya berjanji untuk tidak mengingkari
Dengan hati ini saya memohon pada ILLAHI,
Semoga diberkahi dan di ridloi
Di situs inilah saya gambar kan cita-cita kami,
Mengoftimalkan kemampuan diri guna mencapai
li ‘ila’i kalimatillah di muka bumi ini
Silahkan teliti, kami akan sangat senang dikoreksi.
Wassalam dari kami
sie Rohani RW 29-CIBEUREUM
Amaliah Yaumin Fihayati
Daftar Isi
- Ahmad deedat (7)
- akhlaq (8)
- Akidah (5)
- Aliran Sesat A to Z (2)
- Alquran (3)
- Amalan (1)
- artikel islami (34)
- BAB PERTAMA (5)
- BAB PERTAMA. (7)
- biografi (2)
- biologi (1)
- buletin (2)
- DAFTAR ISI kitab ini (1)
- dalil (2)
- Doa (1)
- email (1)
- etika di jalan (1)
- fiqh (9)
- Flu Babi (1)
- Habbatus sauda (1)
- hukum (8)
- hukum nasyid (5)
- Iman (7)
- injil (7)
- ittiba (1)
- Jin (1)
- kesehatan (2)
- khitan (6)
- kisah (2)
- kisah hikmah (3)
- Kristologi (5)
- mimpi (1)
- Muhammad sholallohu alaihi wassalam (2)
- MUQADDIMAH (4)
- musik (4)
- Nabi Ibrohim (1)
- Nabi Isa (3)
- Nabi Ismail (2)
- Nabi Muhammad S.A.W. (5)
- nasyid (5)
- nyanyian (1)
- PENDAHULUAN (3)
- prilaku muslim (1)
- Qisah (1)
- rayap (1)
- romadhon (1)
- Ruqiah (1)
- Ruqyah (1)
- salaf (1)
- satwa (1)
- setan (1)
- shalat (4)
- sholat (4)
- Siroh (1)
- sunat (6)
- sunatan (6)
- syahadat (10)
- tarawih (1)
- the choice (7)
- Yesus (6)
- Yusuf Qaradhawi (1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar